KUANSING - Keadilan akhirnya menyentuh kasus korupsi yang merugikan keuangan negara di Kuantan Singingi, Riau. Mantan Ketua DPRD Kabupaten Kuantan Singingi, Muslim, kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di balik jeruji besi.
Penahanan ini merupakan puncak dari penyelidikan mendalam terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pembangunan Hotel Kuantan Singingi. Kasus ini menyeret nama Muslim ke pusaran korupsi yang diduga merugikan miliaran rupiah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Proses penahanan yang dilakukan pada Senin (20/10/2025) ini, merupakan tahap krusial yang dikenal sebagai Tahap 2, yaitu penyerahan tersangka beserta barang bukti kepada pihak kejaksaan. Seluruh proses ini diawasi langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi, Sahroni, menegaskan keseriusan institusi dalam memberantas korupsi.
"MS ditahan saat penyerahan tersangka dan barang bukti atau Tahap 2. Bahkan ini turut dipantau langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi, Sahroni, " kata Kasi Intel Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi, Soenardi.
Penetapan Muslim sebagai tersangka sebelumnya telah melalui kajian matang oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi. Nota Pendapat Jaksa tertanggal 20 Oktober 2025 menjadi dasar hukum kuat untuk langkah selanjutnya.
Perkara yang menjerat Muslim berpusat pada dugaan tindak pidana korupsi dalam penganggaran kegiatan pembebasan tanah di samping Gedung Abdoer Rauf untuk pembangunan Hotel Kuantan Singingi pada Tahun Anggaran 2013, serta pembangunan fisik hotel itu sendiri pada Tahun Anggaran 2014. Ini adalah pukulan telak bagi kepercayaan publik terhadap wakil rakyat.
Saat menjabat sebagai Ketua DPRD Kuantan Singingi periode 2009-2014, Muslim diduga berperan aktif dalam menyetujui dan mengesahkan usulan anggaran untuk proyek hotel tersebut. Ironisnya, pembangunan hotel ini berawal dari kebijakan Bupati Kuantan Singingi saat itu, Sukarmis, yang memindahkan lokasi proyek ke kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) tanpa melalui perencanaan matang dan kajian kelayakan yang memadai. Sebuah keputusan yang berujung pada kerugian besar.
Pemerintah Daerah telah menganggarkan dana pembebasan lahan sebesar Rp 5, 3 miliar, ditambah Rp 47, 7 miliar untuk pembangunan fisik hotel yang bersumber dari APBD. Namun, di balik angka-angka tersebut, terkuak adanya rekayasa administrasi dan penyalahgunaan wewenang yang parah, mengakibatkan kerugian negara yang tidak sedikit.
Pembangunan fisik hotel tersebut, yang digarap oleh PT Waskita Karya (Persero) Tbk dengan nilai kontrak Rp 46, 5 miliar dan selesai 100 persen pada April 2015, kini menjadi monumen kegagalan. Hotel megah ini tak pernah tersentuh pemanfaatan karena minimnya dasar hukum pengelolaan, seperti Peraturan Daerah (Perda) penyertaan modal dan pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
"Akibat terjadi kelalaian dan penyimpangan tersebut, bangunan hotel kini terbengkalai dan mengalami kerusakan fisik sebesar 56, 32 persen dan mengakibatkan kerugian keuangan daerah miliaran rupiah sesuai hasil audit BPKP dan BPK RI, " ungkap Kasintel.
Kejaksaan Agung, melalui Korps Adhiyaksa, menegaskan bahwa penetapan tersangka terhadap Muslim telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yaitu Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ini merupakan wujud nyata komitmen Kejaksaan dalam menegakkan hukum yang bersih, profesional, dan berintegritas tanpa pandang bulu.
"Langkah hukum ini merupakan bagian dari komitmen Kejaksaan dalam menegakkan hukum secara profesional, transparan, dan akuntabel tanpa pandang bulu. Terutama terhadap tindak pidana korupsi yang berdampak luas terhadap keuangan negara dan kepercayaan publik, " pungkas Soenardi. (PERS)

Updates.